SEJARAH TEATER
Add caption |
Kebanyakan dari kita mengira bahwa drama berasal dari Yunani Kuno. Namun
demikian, sebuah buku yang berjudul A History of the theatre menunjukan pada
kita bahwa pemujaan pada Dionisus, yang kelak diubah kedalam festival drama di
Yunani, berasal dari Mesir Kuno. Tek Piramid yang bertanggal 4000SM. Adalah
naskah Abydos Passion Play yang terkenal. Tentu saja para pakar masih meragukan
apakah teks itu drama atau bukan sebelum Gaston Maspero menunjukan bahwa dalam
teks tersebut ada petunjuk action dan indikasi berbagai tokohnya.
Ada tiga macam teori
yang mempersoalkan asal mula drama. Menurut Brockett, drama mungkin telah
berkembang dari upacara relijius primitif yang dipentaskan untuk minta
pertolonga dari Dewa. Upacara ini mengandung banyak benih drama. Para pendeta
sering memerankan mahluk superaalami atau binatang; dan kadang – kadang meniru
action berburu, misalnya. Kisah-kisah berkembang sekitar beberapa ritus dan
tetap hidup bahkan setelah upacara itu sendiri sudah tidak diadakan lagi. Kelak
mite-mite itu merupakan dasar dari banyak drama.
Teori kedua memberi
kesan bahwa himne pujian dinyanyikan bersama didepan makam seorang pahlawan.
Pembicara memisahkan diri dari koor dan memperagakan perbuatan-perbuatan dalam
kehidupan almarhum pahlawan itu. Bagian yang diperagakan makin lama makin rumit
dan koor tidak dipakai lagi. Seorang kritisi memberi kesan bahwa sementara koor
makinlama makin kurang penting, muncul pembicara lain. Dialog mulai terjadi
ketika ada dua pembicara diatas panggung.
Teori ketiga memberi
kesan bahwa drama tumbuh dari kecintaan manusia untuk bercerita. Kisah – kisah
yang diceritakan disekeliling api perkemahan menciptakan kembali kisah – kisah
perburuan atau peperangan, atau perbuatan gagah seorang pahlawan yang telah
gugur. Ketiga teaori itu merupakan cikal-bakal drama. Meskipun tak seorang pun
merasa pasti mana yang terbaik, harus diingat bahwa ketiganya membicarakan
tentang action. Konon, action adalah intisari dari seni pertunjukan.
Sejarah Teater Indonesia
Sejarah teater tradisional di Indonesia dimulai sejak sebelum Zaman Hindu. Pada zaman itu, ada tanda-tanda bahwa unsur-unsur teater tradisional banyak digunakan untuk mendukung upacara ritual. Teater tradisional merupakan bagian dari suatu upacara keagamaan ataupun upacara adat-istiadat dalam tata cara kehidupan masyarakat kita. Pada saat itu, yang disebut “teater”, sebenarnya baru merupakan unsur-unsur teater, dan belum merupakan suatu bentuk kesatuan teater yang utuh. Setelah melepaskan diri dari kaitan upacara, unsur-unsur teater tersebut membentuk suatu seni pertunjukan yang lahir dari spontanitas rakyat dalam masyarakat lingkungannya. Proses terjadinya atau munculnya teater tradisional di Indonesia bervariasi dari satu daerah dengan daerah lainnya. Hal ini disebabkan oleh unsur-unsur pembentuk teater tradisional itu berbeda-beda, tergantung kondisi dan sikap budaya masyarakat, sumber dan tata-cara di mana teater tradisional lahir.
Sejarah teater tradisional di Indonesia dimulai sejak sebelum Zaman Hindu. Pada zaman itu, ada tanda-tanda bahwa unsur-unsur teater tradisional banyak digunakan untuk mendukung upacara ritual. Teater tradisional merupakan bagian dari suatu upacara keagamaan ataupun upacara adat-istiadat dalam tata cara kehidupan masyarakat kita. Pada saat itu, yang disebut “teater”, sebenarnya baru merupakan unsur-unsur teater, dan belum merupakan suatu bentuk kesatuan teater yang utuh. Setelah melepaskan diri dari kaitan upacara, unsur-unsur teater tersebut membentuk suatu seni pertunjukan yang lahir dari spontanitas rakyat dalam masyarakat lingkungannya. Proses terjadinya atau munculnya teater tradisional di Indonesia bervariasi dari satu daerah dengan daerah lainnya. Hal ini disebabkan oleh unsur-unsur pembentuk teater tradisional itu berbeda-beda, tergantung kondisi dan sikap budaya masyarakat, sumber dan tata-cara di mana teater tradisional lahir.
Sejarah
Perkembangan Seni Teater.
Seni teater tercatat
dimulai sejak jauh sebelum tahun 500 SM. Pada awalnya, Teater hanya dilakoni
sebagai sebuah upacara ritual keagamaan ribuan tahun sebelum Masehi. Beberapa
bangsa kuno yang memiliki peradaban maju, seperti bangsa Maya di Amerika
Selatan, Mesir Kuno, Babilonia, Asia Tengah, dan Cina, menggunakan bentuk
teater sebagai salah satu cara untuk berhubungan dengan Yang Maha Kuasa.
Biasanya yang mendalangi seluruh upacara ritual itu adalah dukun atau pendeta
agung.
Sejarah mencatat, seni teater berfungsi hanya sebagai
upacara ritual (keagamaan), melainkan berfungsi pula sebagai kesenian atau hiburan.
Peristiwa teater yang mensyaratkan kebersamaan, saat, dan tempat, tetaplah
menjadi persyaratan utama kehadiran teater sejak ribuan tahun sebelum Masehi,
sehingga pada zaman Yunani teater pun selalu hadir dengan persyaratan yang
serupa. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa sesuatu dapat
disebut teater jika ada keutuhan tiga kekuatan, berupa: orang teater, tempat,
dan komunitas (penonton). Tiga kekuatan inilah yang bertemu dan melahirkan
sinergi dan melahirkan “peristiwa teater”.
Dalam sejarah, seni teater pada zaman Yunani dikenal sebagai zaman yang
melembagakan konvensi berteater yang masih memiliki pengaruh sampai sekarang.
Mantra-mantra yang mulanya hanya lisan dan tak tertulis, berlangsung menjadi
naskah tertulis, sementara doa-doa berubah bentuknya menjadi kisah atau lakon.
Yunani melahirkan tokoh penelitian naskah drama, antara lain Aeschylus (525-456
SM), Sophocles (496-406 SM), Euripides (480-406 SM), dan Aristophanes (sekitar
400 SM). Mereka adalah bapak moyang para peneliti naskah drama.
Pada perkembangan sejarah seni teater berikutnya, upacara
keagamaan lebih menonjolkan penceritaan. Sekelompok manusia bergerak mengarak
seekor kambing yang sudah didandani dengan berbagai perhiasan. Mereka
menggiring persembahan itu mengelilingi pasar atau jalan raya diiringi bunyi
tambur, seruling, dan bunyi-bunyian lain. Iring-iringan itu memperlambat
jalannya, apabila penonton bertambah atau berhenti untuk memberi kesempatan
kepada narator (pencerita) yang mengisahkan suatu peristiwa. Narator
mengisahkan salah satu dewa kepada penonton yang berderet-deret di pinggir
jalan atau berdiri mengerumuninya.
1. Pengertian Seni Teater.
Teater adalah istilah lain dari drama,
tetapi dalam pengertian yang lebih luas, teater adalah proses pemilihan teks
atau naskah (kalau ada) , penafiran, penggarapan, penyajian atau pementasan dan
proses pemahaman atau penikmatan dari public atau audience (bisa pembaca,
pendengar, penonton, pengamat, kritikus atau peneliti). Proses penjadian drama
ke teater disebut prose teater atau disingkat berteater. Teater berasal dari
kata theatron yang diturunkan dari kata theaomai(bahasa yunani) yang artinya
takjub melihat atau memandang.
Teater bisa diartikan dengan dua cara yaitu dalam arti sempit dan dalam arti luas. Teater dalam arti sempit adalah sebagai drama (kisah hidup dan kehiudpan manusia yang diceritakan di atas pentas, disaksikan orang banyak dan didasarkan pada naskah yang tertulis. Dalam arti luas, teater adalah segala tontonan yang dipertunjukkan di depan orang banyak contohnya wayang orang, ketoprak, ludruk dan lain-lain.
Teater bisa diartikan dengan dua cara yaitu dalam arti sempit dan dalam arti luas. Teater dalam arti sempit adalah sebagai drama (kisah hidup dan kehiudpan manusia yang diceritakan di atas pentas, disaksikan orang banyak dan didasarkan pada naskah yang tertulis. Dalam arti luas, teater adalah segala tontonan yang dipertunjukkan di depan orang banyak contohnya wayang orang, ketoprak, ludruk dan lain-lain.
UNSUR PENDUKUNG TEATER
Unsur-unsur dalam
teater antara lain:
1. Naskah/Skenenario
Naskah/Skenario berisi kisah dengan nama tokoh dan diaolog yang duicapkan.
2. Skenario
Skenario merupakan nsakah drama (besar) atau film, yang isinya lengkap, seperti : keadaan, properti, nama tokoh, karakter, petunjuk akting dan sebagainya. Tujuan dari naskah/skenario untuk sutradara agar penyajiannya lebih realistis.
3. Pemain/Pemeran/Tokoh
Pemain merupakan orang yang memeragakan tokoh tertentu pada film/sinetron biasa disebut aktris/aktor.
1. Naskah/Skenenario
Naskah/Skenario berisi kisah dengan nama tokoh dan diaolog yang duicapkan.
2. Skenario
Skenario merupakan nsakah drama (besar) atau film, yang isinya lengkap, seperti : keadaan, properti, nama tokoh, karakter, petunjuk akting dan sebagainya. Tujuan dari naskah/skenario untuk sutradara agar penyajiannya lebih realistis.
3. Pemain/Pemeran/Tokoh
Pemain merupakan orang yang memeragakan tokoh tertentu pada film/sinetron biasa disebut aktris/aktor.
TUJUAN SENI TEATER
v ü Menyalurkan hobi
v ü Berkelompok (Bersosialisasi)
v ü Pembentukan Postur Tubuh
v ü Apresiasi dramatik.
v ü Pengembangan ujar
v ü Mempertajam kepekaan emosi
v ü Meningkatkan pemahaman
2. Pembagian Jenis
Teater.
a.
Drama
Tragedi
Cerita drama yang termasuk jenis ini adalah cerita yang berakhir dengan duka lara atau kematian. Contoh film yang termasuk jenis ini di antaranya Romeo dan Juliet atau Ghost. Sementara contoh FTV misteri yang termasuk dalam jenis ini misalnya Makhluk Tengah Malam yang ending-nya bercerita tentang si istri yang melahirkan bayi genderuwo. Cerita ini bukan berakhir dengan kematian, tapi kekecewaan atau kesedihan. Oleh karena itu, cerita Makhluk Tengah Malam dapat digolongkan ke dalam jenis drama tragedi.
b. Drama Komedi
1. Komedi Situasi, cerita lucu yang kelucuannya bukan berasal dari para pemain,
melainkan karena situasinya. Contoh drama jenis ini antara lain Sister Act dan
Si Kabayan. Sementara contoh sinetron yang termasuk dalam jenis ini antara lain
Kawin Gantung, Bajaj Bajuri, dan Kecil-Kecil Jadi Manten.
2. Komedi Slapstic, cerita lucu yang diciptakan dengan adegan menyakiti para
pemainnya. Misalnya, saat di kelas terjadi kegaduhan karena sang guru belum
datang. Kemudian teman yang “culun” digoda teman yang lain dengan menulisi
pipinya menggunakan spidol. Contoh film komedi slapstic ini di antaranya The
Mask dan Tarzan.
3. Komedi Satire, cerita lucu yang penuh sindiran tajam. Beberapa film yang
termasuk jenis ini adalah Om Pasikom dan Semua Gara-Gara Ginah. Sementara contoh
sinetronnya adalah Wong Cilik.
4. Komedi Farce, cerita lucu yang bersifat dagelan, sengaja menciptakan kelucuan
kelucuan dengan dialog dan gerak laku lucu. Beberapa tayangan televisi yang
termasuk jenis ini adalah Srimulat, Toples, Ba-sho, Ngelaba, dan lain sebagainya.
Cerita drama yang termasuk jenis ini adalah cerita yang berakhir dengan duka lara atau kematian. Contoh film yang termasuk jenis ini di antaranya Romeo dan Juliet atau Ghost. Sementara contoh FTV misteri yang termasuk dalam jenis ini misalnya Makhluk Tengah Malam yang ending-nya bercerita tentang si istri yang melahirkan bayi genderuwo. Cerita ini bukan berakhir dengan kematian, tapi kekecewaan atau kesedihan. Oleh karena itu, cerita Makhluk Tengah Malam dapat digolongkan ke dalam jenis drama tragedi.
b. Drama Komedi
1. Komedi Situasi, cerita lucu yang kelucuannya bukan berasal dari para pemain,
melainkan karena situasinya. Contoh drama jenis ini antara lain Sister Act dan
Si Kabayan. Sementara contoh sinetron yang termasuk dalam jenis ini antara lain
Kawin Gantung, Bajaj Bajuri, dan Kecil-Kecil Jadi Manten.
2. Komedi Slapstic, cerita lucu yang diciptakan dengan adegan menyakiti para
pemainnya. Misalnya, saat di kelas terjadi kegaduhan karena sang guru belum
datang. Kemudian teman yang “culun” digoda teman yang lain dengan menulisi
pipinya menggunakan spidol. Contoh film komedi slapstic ini di antaranya The
Mask dan Tarzan.
3. Komedi Satire, cerita lucu yang penuh sindiran tajam. Beberapa film yang
termasuk jenis ini adalah Om Pasikom dan Semua Gara-Gara Ginah. Sementara contoh
sinetronnya adalah Wong Cilik.
4. Komedi Farce, cerita lucu yang bersifat dagelan, sengaja menciptakan kelucuan
kelucuan dengan dialog dan gerak laku lucu. Beberapa tayangan televisi yang
termasuk jenis ini adalah Srimulat, Toples, Ba-sho, Ngelaba, dan lain sebagainya.
c. Drama Misteri
1. Kriminal, misteri yang sangat terasa unsur keteganyannya atau suspense dan
biasanya menceritakan seputar kasus pembunuhan. Si pelaku biasanya akan menjadi
semacam misteri karena penulis skenario memerkuat alibinya. Sering kali dalam
cerita jenis ini beberapa tokoh bayangan dimasukkan untuk mengecoh penonton.
2. Horor, misteri yang bercerita tentang hal-hal yang berkaitan dengan roh halus.
3. Mistik, misteri yang bercerita tentang hal-hal yang bersifat klenik atau unsur
ghaib.
d. Drama Laga/ Action
1. Modern, cerita drama yang lebih banyak menampilkan adegan perkelahian atau
pertempuran, namun dikemas dalam setting yang modern. Contoh jenis sinetron ini
misalnya Deru Debu, Gejolak Jiwa, dan Raja Jalanan.
2. Tradisional, cerita drama yang juga menampilkan adegan laga, namun dikemas
secara tradisional. Beberapa sinetron yang termasuk jenis ini antara lain
Misteri Gunung Merapi, Angling Dharma, Jaka Tingkir, dan Wali Songo.
Untuk jenis drama laga ini biasanya skenario tidak banyak memakai dialog
panjang, tidak seperti skenario drama tragedi atau melodrama yang kekuatannya
terletak pada dialog. Jenis ini lebih banyak mengandalkan action sebagai daya
tarik tontonannya. Penontonnya bisa merasakan semangat ketika menonton film ini.
e. Melodrama
Skenario jenis ini bersifat sentimental dan melankolis. Ceritanya cenderung terkesan mendayu-dayu dan mendramatisir kesedihan. Emosi penonton dipancing untuk merasa iba pada tokoh protagonis. Penulis skenario cerita jenis ini jangan terjebak untuk membuat alur yang lambat. Konflik harus tetap runtun dan padat. Justru dengan konflik yang bertubi-tubi pada si tokoh akan semakin membuat penonton merasa kasihan dan bersimpati pada penderitanya. Contoh sinetron jenis ini antara lain Bidadari, Menggapai Bintang, dan Chanda.
f. Drama Sejarah
Drama sejarah adalah cerita jenis drama yang menampilkan kisah-kisah sejarah masa lalu, baik tokoh maupun peristiwanya. Contoh film yang bercerita tentang peristiwa sejarah antara lain November 1828, G-30-S/PKI, Soerabaya ’45, Janur Kuning, atau Serangan Fajar. Sementara kisah yang menceritakan sejarah tapi lebih ditekankan pada tokohnya antara lain Tjoet Njak Dhien, Wali Songo, dan R.A. Kartini.
3. A.Unsur-unsur Drama/Teater
a)
Tema adalah
ide pokok atau gagasan utama sebuah cerita drama
b)
Alur yaitu
jalan cerita dari sebuah pertunjukkan drama mulai babak pertama hingga
babak terakhir
c)
Tokoh drama
atau pelaku drama terdiri dari tokoh utama dan tokoh pembantu. Tokoh
utama atau peran utama disebut primadona sedangkan peran pembantu disebut
figuran
d)
Watak adalah
perilaku yang diperankan oleh tokoh drama. Watak protagonis adalah
watak (periku) baik yang diperankan oleh tokoh drama, contohnya :
penyabar, kasih sayang, santun, pemberani, pembela yang lemah, baik hati
dan sebagainya. Sedangkan watak antagonis adalah watak (perilaku) jahat
yang diperankan oleh tokoh drama, contohnya : sifat iri dan dengki, kejam,
penindas dan sebagainya
e)
Latar atau
setting adalah gambaran tempat, waktu dan situasi peristiwa dalam cerita
drama
f)
Amanat drama
adalah pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada penonton. Amanat drama
atau pesan disampaikan melalui peran para tokoh drama.
B. Kerangka
Drama./ Teater
a) Plot adalah alinan
peristiwa di dalam karya sastra (termasuknaskah drama atau drama) untuk
mencapai efek-efek tertentu. Dan Plot memiliki anatomi yaitu bagian-bagian yang
menyusn Plot.
1. Gimmick adalah adegan
awal dari sebuah drama yang berfungsi sebagai pemikat minat untuk menyaksikan
kelanjutan dari drama tersebut.
2. Foreshadowing adalah
baying-bayang yang mendahului sebuah peristiwa yang terjadi.
3. Dramatic Irony adalah aksi
seorang tokoh yang berkata atau bertindak sesuatu, yang tanpa disadari
akibatnya nanati akan menimpa dirinya sendiri.
4. Flashback adalah kilas
balik peristiwa lampau yang dikisahkan kembali pada saat ini.
5. Suspense adalah dugaan
dan prasangka yang dibangun dari rangkaian ketegangan yang mengundang
pertanyaan dan keingintahuan penonton.
6. Surprise adalah
peristiwa yang terjadi di luar ruangan penonton sehingga memancing perasaan dan
pikiran mereka agar menimbulkan dugaan-dugaan yang tidak pasti.
7. Gesture adalah aksi
atau ucapan tokoh utama tentang suatu persoalan yang menimbulkan pertentangan
atau konflik antar tokoh.
b) Penokohan dapat dibagi menjadi 6 watak atau karakter.
1. Protagonis adalah peran
utama yang merupakan pusat atau sentral dari cerita, tokoh yang memiliki
cerita.
2. Antagonis adalah peran
lawan, tokoh yang tidak menghendaki suatu cerita karena dia sering kali menjadi
musuh yang menyebabkan konflik itu terjadi.
3. Deutragonis adalah tokoh
lain yang berada di pihak tokoh protagonist.
4. Tritagonis adalah peran
penengah yang menjadi pendamai atau pengantara protagonis dan antagonis.
5. Foil adalah peran
yang tidak terlibat secara langsung dalam konflik yang terjadi tetapi
diperlukan untuk menyelesaikan cerita.
6. Utility adalah peran
pembantu atau tokoh pelengkap untuk mendukung rangkaian cerita dan
kesinambungan dramatic.
c) Latar
atau Setting latar di bagi menjadi 3 jenis.
1. Latar Tempat adalah tempat
yang menjadi latar peristiwa drama itu terjadi.
2. Latar Waktu waktu yang
menjadi latar belakang terjadingan suatu peristiwa, adegan, ata babak.
3. Latar Peristiwa
adalah
Peristiwa yang melatari sebuah adegan dan bisa juga yang melatari cerita drama
tersebut.
d) Kerangka Dramatik
Penyutradaraan
Di Indonesia penanggung
jawab proses transformasi naskah lakon ke bentuk pemanggungan adalah sutradara
yang merupakan pimpinan utama kerja kolektif sebuah teater. Baik buruknya
pementasan teater sangat ditentukan oleh kerja sutradara, meskipun unsur-unsur lainnya
juga berperan tetapi masih berada di bawah kewenangan sutradara.
Sebagai pimpinan, sutradara selain bertanggung jawab terhadap kelangsungan proses terciptanya pementasan juga harus bertanggung jawab terhadap masyarakat atau penonton. Meskipun dalam tugasnya seorang sutradara dibantu oleh stafnya dalam menyelesaikan -tugasnya tetapi sutradara tetap merupakan penanggung jawab utama. Untuk itu sutradara dituntut mempunyai pengetahuan yang luas agar mampu mengarahkan pemain untuk mencapai kreativitas maksimal dan dapat mengatasi kendala teknis yang timbul dalam proses penciptaan. Sebagai seorang pemimpin, sutradara harus mempunyai Pedoman yang pasti sehingga bisa mengatasi kesulitan yang timbul.
Menurut Harymawan (1993) Ada beberapa tipe sutradara dalam menjalankan penyutradaraanya, yaitu:
Sebagai pimpinan, sutradara selain bertanggung jawab terhadap kelangsungan proses terciptanya pementasan juga harus bertanggung jawab terhadap masyarakat atau penonton. Meskipun dalam tugasnya seorang sutradara dibantu oleh stafnya dalam menyelesaikan -tugasnya tetapi sutradara tetap merupakan penanggung jawab utama. Untuk itu sutradara dituntut mempunyai pengetahuan yang luas agar mampu mengarahkan pemain untuk mencapai kreativitas maksimal dan dapat mengatasi kendala teknis yang timbul dalam proses penciptaan. Sebagai seorang pemimpin, sutradara harus mempunyai Pedoman yang pasti sehingga bisa mengatasi kesulitan yang timbul.
Menurut Harymawan (1993) Ada beberapa tipe sutradara dalam menjalankan penyutradaraanya, yaitu:
1.
Sutradara
konseptor.
Ia menentukan pokok penafsiran dan menyarankan konsep penafsiranya kepada pemain. Pemain dibiarkan mengembangkan konsep itu secara kreatif. Tetapi juga terikat kepada pokok penafsiran tsb. Sutradara diktator. Ia mengharapkan pemain dicetak seperti dirinya sendiri, tidak ada konsep penafsiran dua arah ia mendambakan seni sebagai dirinya, sementara pemain dibentuk menjadi robot - robot yang tetap buta tuli.
Ia menentukan pokok penafsiran dan menyarankan konsep penafsiranya kepada pemain. Pemain dibiarkan mengembangkan konsep itu secara kreatif. Tetapi juga terikat kepada pokok penafsiran tsb. Sutradara diktator. Ia mengharapkan pemain dicetak seperti dirinya sendiri, tidak ada konsep penafsiran dua arah ia mendambakan seni sebagai dirinya, sementara pemain dibentuk menjadi robot - robot yang tetap buta tuli.
2.
Sutradara
koordinator.
Ia menempatkan diri sebagai pengarah atau polisi lalulintas yang mengkoordinasikan pemain dengan konsep pokok penafsirannya.
Ia menempatkan diri sebagai pengarah atau polisi lalulintas yang mengkoordinasikan pemain dengan konsep pokok penafsirannya.
3.
Sutradara paternalis.
Ia bertindak sebagai guru atau suhu yang mengamalkan ilmu bersamaan dengan mengasuh batin para anggotanya.Teater disamakan dengan padepokan, sehingga pemain adalah cantrik yang harus setia kepada sutradara.
Ia bertindak sebagai guru atau suhu yang mengamalkan ilmu bersamaan dengan mengasuh batin para anggotanya.Teater disamakan dengan padepokan, sehingga pemain adalah cantrik yang harus setia kepada sutradara.
Pemain &Penonton
Untuk
mentransformasikan naskah di atas panggung dibutuhkan pemain yang mampu
menghidupkan tokoh dalam naskah lakon menjadi sosok yang nyata. Pemain adalah
alat untuk memeragakan tokoh. Tetapi Bukan sekedar alat yang
harus tunduk kepada naskah. Pemain mempunyai
wewenang membuat refleksi dari naskah
melalui dirinya.Agar bisa merefleksikan tokoh
menjadi sesuatu yang hidup, pemain dituntut
menguasai aspek-aspek pemeranan yang dilatihkan
secara khusus, yaitu jasmani (tubuh/fisik), rohani
(jiwa/emosi), dan intelektual. Memindahkan naskah lakon ke dalam
panggung melalui media pemain tidak sesederhana mengucapkan
kata - kata yang ada dalam naskah
lakon atau sekedar memperagakan keinginan penulis
melainkan proses pemindahan mempunyai
karekterisasi tersendiri,
yaitu harus menghidupkan bahasa kata (tulis) menjadi bahasa
pentas (lisan).
1.
AKTING YANG BAIK
Akting tidak hanya berupa dialog saja, tetapi juga berupa gerak.
Dialog yang baik ialah dialog yang :
1. terdengar (volume baik)
2. jelas (artikulasi baik)
3. dimengerti (lafal benar)
4. menghayati (sesuai dengan tuntutan/jiwa peran yang ditentukan dalam naskah)
5. Gerak yang balk ialah gerak yang :
6. terlihat (blocking baik)
7. jelas (tidak ragu ragu, meyakinkan)
8. dimengerti (sesuai dengan hukum gerak dalam kehidupan)
9. menghayati (sesuai dengan tuntutan/jiwa peran yang ditentukan dalam naskah)
Penjelasan :
1. Volume suara yang baik ialah suara yang dapat terdengar sampai jauh.
2. Artikulasi yang baik ialah pengucapan yang jelas. Setiap suku kata terucap dengan
Akting tidak hanya berupa dialog saja, tetapi juga berupa gerak.
Dialog yang baik ialah dialog yang :
1. terdengar (volume baik)
2. jelas (artikulasi baik)
3. dimengerti (lafal benar)
4. menghayati (sesuai dengan tuntutan/jiwa peran yang ditentukan dalam naskah)
5. Gerak yang balk ialah gerak yang :
6. terlihat (blocking baik)
7. jelas (tidak ragu ragu, meyakinkan)
8. dimengerti (sesuai dengan hukum gerak dalam kehidupan)
9. menghayati (sesuai dengan tuntutan/jiwa peran yang ditentukan dalam naskah)
Penjelasan :
1. Volume suara yang baik ialah suara yang dapat terdengar sampai jauh.
2. Artikulasi yang baik ialah pengucapan yang jelas. Setiap suku kata terucap dengan
jelas dan terang meskipun diucapkan dengan cepat sekali. Jangan terjadi
kata kata yang diucapkan menjadi tumpang
tindih.
3. Lafal yang benar pengucapan kata yang sesuai dengan hukum pengucapan bahasa yang dipakai . Misalnya berani yang berarti “tidak takut” harus diucapkan berani bukan ber ani.
4. Menghayati atau menjiwai berarti tekanan atau lagu ucapan harus dapat menimbulkan kesan yang sesuai dengan tuntutan peran dalam naskah.
5. Blocking ialah penempatan pemain di panggung, diusahakan antara pemain yang satu dengan yang lainnya tidak saling menutupi sehingga penonton tidak dapat melihat pemain yang ditutupi.
6. Pemain lebih baik terlihat sebagian besar bagian depan tubuh daripada terlihat sebagian besar belakang tubuh. Hal ini dapat diatur dengan patokan sebagai berikut
3. Lafal yang benar pengucapan kata yang sesuai dengan hukum pengucapan bahasa yang dipakai . Misalnya berani yang berarti “tidak takut” harus diucapkan berani bukan ber ani.
4. Menghayati atau menjiwai berarti tekanan atau lagu ucapan harus dapat menimbulkan kesan yang sesuai dengan tuntutan peran dalam naskah.
5. Blocking ialah penempatan pemain di panggung, diusahakan antara pemain yang satu dengan yang lainnya tidak saling menutupi sehingga penonton tidak dapat melihat pemain yang ditutupi.
6. Pemain lebih baik terlihat sebagian besar bagian depan tubuh daripada terlihat sebagian besar belakang tubuh. Hal ini dapat diatur dengan patokan sebagai berikut
a.
Kalau berdiri menghadap ke kanan, maka kaki kanan sebaiknya berada didepan
b.
Kalau berdiri menghadap ke kiri,
maka kaki kiri sebaiknya berada didepan
c.
Harus diatur pula balance para pemain di panggung. Jangan sampai seluruh
pemain mengelompok di satu tempat. Dalam hal mengatur balance, komposisinya:
Komposisi diatur tidak hanya bertujuan untuk enak dilihat tetapi juga untuk
mewarnai sesuai adegan yang berlangsung; Jelas, tidak ragu ragu, meyakinkan,
mempunyai pengertian bahwa gerak yang dilakukan jangan setengah setengah bahkan
jangan sampai berlebihan. Kalau ragu ragu terkesan kaku sedangkan kalau
berlebihan terkesan over acting. Dimengerti, berarti apa yang kita wujudkan
dalam bentuk gerak tidak menyimpang dari hukum gerak dalam kehidupan. Misalnya
bila mengangkat barang yang berat dengan tangan kanan, maka tubuh kita akan
miring ke kiri, dsb. Menghayati berarti gerak gerak anggota tubuh maupun gerak
wajah harus sesuai tuntutan peran dalam naskah, termasuk pula bentuk dan usia.
2.
Penonton
Tujuan terakhir suatu pementasan lakon adalah penonton.Respon penonton atas lakon akan menjadi suatu respons melingkar, antara penonton dengan pementasan. Banyak sutradara yang kurangmemperhatikan penonton dan menganggapnya sebagai kelompok konsumsi yang bisa menerima begitu saja apa yang disuguhkan sehingga jika terjadi suatu kegagalan dalam pementasan penonton dianggap sebagai penyebabnya karena mereka tidak mengerti atau kurang terdidik untuk memahami sebuah pementasan. Kelompok penonton pada sebuah pementasan adalah suatu komposisi organisme kemanusiaan yang peka. Mereka pergi menonton karena ingin memperoleh kepuasan, kebutuhan, dan cita-cita. Alasan lainnya untuk tertawa, untuk menangis, dan untuk digetarkan hatinya, karena terharu akibat dari hasrat ingin menonton.Penonton meninggalkan rumah, antri karcis dan membayar biaya masuk dan lainlain karena teater adalah dunia ilusi dan imajinasi. Membebaskan pola rutin kehidupan selama waktu dibuka hingga ditutupnya tirai untuk memuaskan hasrat jiwa khayalannya.
Eksistensi teater tidak mengenal batas kedudukan manusia. Secara ilmiah, manusia memiliki kekuatan menguasai sikap dan tindakannya. Tindakannya pergi ke teater disebabkan oleh keinginan dan kebutuhan berhubungan dengan sesama. Sehingga menempuh jalan sebagai berikut :
Tujuan terakhir suatu pementasan lakon adalah penonton.Respon penonton atas lakon akan menjadi suatu respons melingkar, antara penonton dengan pementasan. Banyak sutradara yang kurangmemperhatikan penonton dan menganggapnya sebagai kelompok konsumsi yang bisa menerima begitu saja apa yang disuguhkan sehingga jika terjadi suatu kegagalan dalam pementasan penonton dianggap sebagai penyebabnya karena mereka tidak mengerti atau kurang terdidik untuk memahami sebuah pementasan. Kelompok penonton pada sebuah pementasan adalah suatu komposisi organisme kemanusiaan yang peka. Mereka pergi menonton karena ingin memperoleh kepuasan, kebutuhan, dan cita-cita. Alasan lainnya untuk tertawa, untuk menangis, dan untuk digetarkan hatinya, karena terharu akibat dari hasrat ingin menonton.Penonton meninggalkan rumah, antri karcis dan membayar biaya masuk dan lainlain karena teater adalah dunia ilusi dan imajinasi. Membebaskan pola rutin kehidupan selama waktu dibuka hingga ditutupnya tirai untuk memuaskan hasrat jiwa khayalannya.
Eksistensi teater tidak mengenal batas kedudukan manusia. Secara ilmiah, manusia memiliki kekuatan menguasai sikap dan tindakannya. Tindakannya pergi ke teater disebabkan oleh keinginan dan kebutuhan berhubungan dengan sesama. Sehingga menempuh jalan sebagai berikut :
Bertemu dengan orang lain yang menonton teater. Teater
merupakan suatu lembaga sosial.
Memproyeksikan diri dengan
peranan-peranan yang melakonkan hidup dan kehidupan di atas
pentas secara khayali. Teater adalah salah satu cara proses interaksi
sosial.
Dalam memandang suatu karya seni
penonton hendaklah mampu memelihara adanya suatu objektivitas
artistik. Ini bisa tercapai dengan menentukan jarak estetik (aestetic
distance) sehubungan dengan karya seni yang dihayatinya. Pemisahan yang
dimaksud, antara penonton dan yang ditonton, pada seni teater diusahakan dengan
jalan:
Menciptakan penataan yang tepat atas auditorium dan pentas, Adanya batas
artistik proscenium sebagai bingkai gambar, Pentas yang terang dan auditorium
yang gelap. Semua
itu akan membantu kedudukan penonton sehingga
memungkinkan untuk melakukan perenungan.
TATA ARTISTIK
Tata artistik merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan dari teater.
Pertunjukan teater menjadi tidak utuh tanpa adanya tata artistik
yang mendukungnya. Unsur artistik disini meliputi tata panggung , tata
busana, tata cahaya, tata rias, tata suara,
tata musik yang dapat membantu pementasan menjadi sempurna
sebagai pertunjukan. Unsur-unsur artistik menjadi lebih berarti apabila
sutradara dan penata artistik mampu memberi makna kepada bagian-bagian tersebut
sehingga unsur-unsur tersebut tidak hanya sebagai
bagian yang menempel atau mendukung, tetapi
lebih dari itu merupakan kesatuan yang
utuh dari sebuah pementasan.
1.
Tata Panggung
adalah pengaturan pemandangan di panggung selama pementasan berlangsung. Tujuannya tidak sekedar supaya permainan bisa dilihat penonton tetapi juga menghidupkan pemeranan dan suasana panggung.
adalah pengaturan pemandangan di panggung selama pementasan berlangsung. Tujuannya tidak sekedar supaya permainan bisa dilihat penonton tetapi juga menghidupkan pemeranan dan suasana panggung.
2.
Tata Cahaya
atau Lampu
adalah pengaturan pencahayaan di daerah sekitar panggung yang fungsinya untuk menghidupkan permainan dan dan suasana lakonyang dibawakan, sehingga menimbulkan suasana istimewa.
adalah pengaturan pencahayaan di daerah sekitar panggung yang fungsinya untuk menghidupkan permainan dan dan suasana lakonyang dibawakan, sehingga menimbulkan suasana istimewa.
3.
Tata Musi
adalah pengaturan musik yang mengiringi pementasan teater yang berguna untuk memberi penekanan pada suasana permainan dan mengiringi pergantian babak dan adegan.
adalah pengaturan musik yang mengiringi pementasan teater yang berguna untuk memberi penekanan pada suasana permainan dan mengiringi pergantian babak dan adegan.
4.
Tata suara
adalah pengaturan keluaran suara yang dihasilkan dari berbagai macam sumber bunyi seperti; suara aktor, efek suasana, dan musik. Tata suara diperlukan untuk menghasilkan harmoni.
adalah pengaturan keluaran suara yang dihasilkan dari berbagai macam sumber bunyi seperti; suara aktor, efek suasana, dan musik. Tata suara diperlukan untuk menghasilkan harmoni.
5.
Tata rias dan tata
busana
Adalah pengaturan rias dan busana yang dikenakan pemain. Gunanya untuk menonjolkan watak peran yang dimainkan, dan bentuk fisik pemain bisa terlihat jelas penonton.
Adalah pengaturan rias dan busana yang dikenakan pemain. Gunanya untuk menonjolkan watak peran yang dimainkan, dan bentuk fisik pemain bisa terlihat jelas penonton.
Kesimpulan
Artinya, sebuah pertunjukan teater yang berlangsung di atas panggung
membutuhkan proses garap yang lama mulai dari (penentuan) lakon,
penyutradaraan, pemeranan, dan proses penataan artistik. Dalam
setiap tahapan proses ini melibatkan banyak orang (pendukung) dari
berbagai bidang sehingga dengan memahami tugas dan tanggung
jawab masing-masing maka kerja penciptaan teater akan padu.
Kualitas kerja setiap bidang akan menjadi harmonis jika masingmasing
dapat bekerja secara bersama dan bekerja bersama akan
berhasil dengan baik jika semua elemen memahami tugas dan
tanggung jawabnya. Itulah inti dari proes penciptaan seni teater,
“KERJASAMA”.
Artinya, sebuah pertunjukan teater yang berlangsung di atas panggung
membutuhkan proses garap yang lama mulai dari (penentuan) lakon,
penyutradaraan, pemeranan, dan proses penataan artistik. Dalam
setiap tahapan proses ini melibatkan banyak orang (pendukung) dari
berbagai bidang sehingga dengan memahami tugas dan tanggung
jawab masing-masing maka kerja penciptaan teater akan padu.
Kualitas kerja setiap bidang akan menjadi harmonis jika masingmasing
dapat bekerja secara bersama dan bekerja bersama akan
berhasil dengan baik jika semua elemen memahami tugas dan
tanggung jawabnya. Itulah inti dari proes penciptaan seni teater,
“KERJASAMA”.
BERIKUT
ADALAH CONTOH ……
Naskah
drama cerita rakyat : Legenda Jaka Tarub dan Nawang Wulan
Jaka Tarub adalah seorang pemuda gagah yang memiliki kesaktian. Ia sering keluar masuk hutan untuk berburu maupun menimba ilmu. Ketika suatu hari di malam bulan purnama ia memasuki hutan, dari kejauhan ia mendengar sayup-sayup suara wanita yang sedang bercanda. Terdorong oleh rasa penasaran, Jaka Tarub berjalan mencari arah menuju suara-suara itu. Sampai akhirnya ia menemukan sebuah danau yang sangat indah di tengah hutan, beserta 7 orang wanita yang sangat cantik sedang mandi dan bercanda ria. Dengan mengendap- ngendap, Jaka Tarub berjalan mendekat. Kemudian ia menemukan selendang wanita-wanita tersebut yang tergeletak berserakan. Setelah memilih, ia mencuri salah satunya dan menyembunyikannya. Beberapa saat pun berlalu dan para bidadari sudah hendak kembali ke khayangan.
Nawang Wulan : Kak, bagaimana ini selendangku tidak ada ?
Bidadari tertua : Cepat Nawang Wulan, coba kita mencari sampai ketemu.
Nawang Wulan : (Setelah beberapa saat) tetap tidak ada kak. Bagaimana aku kembali ke khayangan ?
6 Bidadari : Maaf Nawang, kami harus meninggalkanmu disini karena matahari semakin terbenam.
Nawang Wulan : Kakak, bawa aku ke khayangan. (Sambil menangis)
Bidadari tertua : Maaf Nawang, tanpa selendang itu kamu tidak bisa kembali. (Terbang diikuti bidadari yang lain)
Sambil menangis Nawang Wulan mencari-cari selendangnya. Jaka Tarub kemudian menampakkan dirinya dengan membawa kain (bukan selendang Nawang Wulan) dan menghibur sang bidadari. Awalnya Nawang Wulan takut karena mengira Jaka Tarub orang jahat, tetapi setelah Jaka Tarub berhasil meyakinkan Nawang Wulan mau berbicara.
Jaka Tarub : Hai, kenapa kamu disini ? (Mendekat pada Nawang Wulan)
Nawang Wulan : Siapa kamu ? Jangan mendekat !
Jaka Tarub : Tenang, saya Jaka Tarub. Saya tidak berniat jahat.
Nawang Wulan : Lalu kenapa kamu disini ?
Jaka Tarub : Saya sedang mencari hewan buruan, kebetulan saya mendengar ada wanita bercanda di dekat sini. Dan akhirnya saya mendapati kamu sedang menangis.
Nawang Wulan : Selendang saya hilang, entah siapa yang mengambil selendang tersebut.
Jaka Tarub : Selendang ? (Pura-pura terkejut). Buat apa selendang ?
Nawang Wulan : Iya selendang. Sebenarnya saya adalah bidadari dari khayangan. Saya dan kakak-kakak saya biasa mandi di danau seperti ini.
Jaka Tarub : Oooh... Kalau mau, kamu bisa menginap di rumah saya. Tenang, saya orang baik. (Meyakinkan Nawang Wulan)
Nawang Wulan : Iya, saya ikut ke rumah kamu. (Dengan terpaksa)
Setelah beberapa bulan, Jaka Tarub ingin menikah dengan Nawang Wulan. Pada suatu hari, Jaka Tarub mengutarakan maksudnya tersebut. Karena merasa tidak memiliki siapapun di bumi, Nawang Wulan menerima tawaran Jaka Tarub tersebut. Sejak menikah dengan Nawang Wulan, Jaka Tarub hidup berkecukupan. Panennya melimpah dan lumbung selalu dipenuhi oleh padi tanpa pernah berkekurangan. Pakaian Nawang Wulan disembunyikan Jaka Tarub di dalam lumbung yang selalu penuh.
Nawang Wulan : Jaka, bagaimana hasil panennya ?
Jaka Tarub : Tidak ada halangan Nawang, semakin lama semakin banyak kita panen.
Nawang Wulan : Tapi kamu harus tetap kerja keras, karena mungkin saat musim kemarau kita jarang panen.
Jaka Tarub : Iya Nawang, aku pasti tetap kerja keras.
Nawang Wulan : (Tersenyum bahagia)
Lalu mereka dikaruniai seorang anak (menurut cerita anak itu bernama Nawangsih). Mereka hidup bahagia dan selalu merawat Nawang Asih dengan sepenuh hati. Namun setelah beberapa lama hidup berumah tangga, terusiklah rasa ingin tahu Jaka Tarub. Setiap hari ia dan keluarganya selalu makan nasi, namun lumbung selalu tidak pernah berkurang seolah tak ada padi yang dipakai untuk mereka makan. Suatu hari Nawang Wulan hendak pergi ke sungai. Nawang Wulan berpesan agar Jaka Tarub tidak membuka tutup penanak nasi apapun yang terjadi.
Nawang Wulan : Jaka, jangan kamu buka tutup ini apapun yang terjadi.
Jaka Tarub : Kenapa ? (penasaran)
Nawang Wulan : Sudahlah, kamu turuti apa kata-kata ku tadi. Sekarang aku pamit pergi ke sungai, Jaka. (Pergi meninggalkan rumah)
Namun karena Jaka Tarub penasaran, akhirnya ia mencoba melihat apa yang ada di dalam penanak nasi tersebut. Dan di dalamnya hanya terdapat sebutir beras. Akhirnya Jaka Tarub membiarkan beras itu tetap di dalam. Setelah Nawang Wulan pulang, ia bertanya pada Jaka Tarub tentang larangannya tadi.
Nawang Wulan : Jaka, apakah kamu membuka tutup ini ? (heran)
Jaka Tarub : Tidak, saya tidak membuka tutup itu.
Nawang Wulan : Bohong ! Lalu kenapa beras ini tidak berubah ? (bertanya dengan emosi)
Jaka Tarub : (Tertunduk) Iya , Nawang. Saya telah melihat isi di dalamnya.
Nawang Wulan : Apakah kamu tidak mendengar pesan saya tadi, Jaka !
Jaka Tarub : Saya mengerti, tapi saya penasaran kenapa padi kita tidak pernah habis. Padahal kita selalu makan nasi.
Nawang Wulan : (Menangis dan meninggalkan Jaka Tarub)
Nawang Wulan menjadi sedih karena sejak saat itu ia harus memasak nasi seperti manusia biasa. Ia harus bersusah payah menumbuk padi banyak- banyak menjadi beras sebelum kemudian menanaknya menjadi nasi. Akibatnya karena dipakai terus menerus, lama kelamaan persediaan padi di lumbung Jaka Tarub semakin menyusut. Pelan tapi pasti, padi mereka semakin habis, sementara musim panen masih belum tiba. Ketika suatu hari Nawang Wulan kembali mengambil padi untuk ditumbuk, dilihatnya seonggok kain yang tersembul di balik tumpukan padi. Ketika ditarik dan diperhatikan, teringatlah Nawang Wulan kalau itu adalah selendang bidadarinya.
Nawang Wulan : (monolog) Rupanya selama ini Jaka Tarub yang menyembunyikan pakaianku. Dan karena isi lumbung terus berkurang pada akhirnya aku bisa menemukannya kembali. Ini pasti sudah menjadi kehendak Yang Di Atas. Tapi kenapa Jaka Tarub tega berbuat seperti ini kepadaku ? Apakah salahku kepadanya ? (Nawang Wulan menangis).
Ia lalu menemui Jaka Tarub untuk berpamitan dan memintanya merawat anak mereka baik-baik. Jaka Tarub memohon dengan sangat agar istrinya tidak meninggalkannya, namun sudah takdir Nawang Wulan untuk kembali ke khayangan dan berpisah dengannya.
Nawang Wulan : Jaka, terimakasih atas semua kebaikanmu selama ini. Kamu memang orang baik. (Tersenyum)
Jaka Tarub : (Terkejut) Dari mana kamu mendapat selendang itu ?
Nawang Wulan : Kamu tidak perlu berpura-pura, saya sudah mengetahui semua. Sekarang saya akan kembali ke khayangan.
Jaka Tarub : Tidak ! Jangan kamu pergi Nawang, aku sangat mencintaimu.
Nawang Wulan : Tapi aku harus kembali menemui keluargaku di atas. Aku tidak dapat tinggal di sini.
Jaka Tarub : Bagaimana dengan anak kita ? Kamu tidak kasihan ?
Nawang Wulan : Saya ingin kamu merawatnya, agar kelak menjadi orang baik sepertimu. Jika ingin bertemu, setiap bulan purnama datanglah ke dekat danau dimana kita pertama bertemu. Teriakkan namaku maka aku akan datang.
Jaka Tarub : Selamat jalan Nawang, aku selalu menunggumu kembali.
Nawang Wulan : Suatu saat nanti (terbang kembali ke khayangan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar