Jumat, 08 Mei 2015

seni teater



SEJARAH TEATER

IMG3278A.jpg
Add caption









 Kebanyakan dari kita mengira bahwa drama berasal dari Yunani Kuno. Namun demikian, sebuah buku yang berjudul A History of the theatre menunjukan pada kita bahwa pemujaan pada Dionisus, yang kelak diubah kedalam festival drama di Yunani, berasal dari Mesir Kuno. Tek Piramid yang bertanggal 4000SM. Adalah naskah Abydos Passion Play yang terkenal. Tentu saja para pakar masih meragukan apakah teks itu drama atau bukan sebelum Gaston Maspero menunjukan bahwa dalam teks tersebut ada petunjuk action dan indikasi berbagai tokohnya.
     Ada tiga macam teori yang mempersoalkan asal mula drama. Menurut Brockett, drama mungkin telah berkembang dari upacara relijius primitif yang dipentaskan untuk minta pertolonga dari Dewa. Upacara ini mengandung banyak benih drama. Para pendeta sering memerankan mahluk superaalami atau binatang; dan kadang – kadang meniru action berburu, misalnya. Kisah-kisah berkembang sekitar beberapa ritus dan tetap hidup bahkan setelah upacara itu sendiri sudah tidak diadakan lagi. Kelak mite-mite itu merupakan dasar dari banyak drama.
      Teori kedua memberi kesan bahwa himne pujian dinyanyikan bersama didepan makam seorang pahlawan. Pembicara memisahkan diri dari koor dan memperagakan perbuatan-perbuatan dalam kehidupan almarhum pahlawan itu. Bagian yang diperagakan makin lama makin rumit dan koor tidak dipakai lagi. Seorang kritisi memberi kesan bahwa sementara koor makinlama makin kurang penting, muncul pembicara lain. Dialog mulai terjadi ketika ada dua pembicara diatas panggung.
      Teori ketiga memberi kesan bahwa drama tumbuh dari kecintaan manusia untuk bercerita. Kisah – kisah yang diceritakan disekeliling api perkemahan menciptakan kembali kisah – kisah perburuan atau peperangan, atau perbuatan gagah seorang pahlawan yang telah gugur. Ketiga teaori itu merupakan cikal-bakal drama. Meskipun tak seorang pun merasa pasti mana yang terbaik, harus diingat bahwa ketiganya membicarakan tentang action. Konon, action adalah intisari dari seni pertunjukan.
          
          Sejarah Teater Indonesia
            Sejarah teater tradisional di Indonesia  dimulai sejak sebelum Zaman Hindu. Pada zaman itu, ada tanda-tanda bahwa unsur-unsur teater tradisional banyak digunakan untuk  mendukung upacara ritual. Teater tradisional merupakan bagian dari  suatu upacara keagamaan ataupun upacara adat-istiadat dalam tata cara  kehidupan masyarakat kita. Pada saat itu, yang disebut “teater”,  sebenarnya baru merupakan unsur-unsur teater, dan belum merupakan  suatu bentuk kesatuan teater yang utuh. Setelah melepaskan diri dari  kaitan upacara, unsur-unsur teater tersebut membentuk suatu seni pertunjukan yang lahir dari spontanitas rakyat dalam masyarakat  lingkungannya.  Proses terjadinya atau munculnya teater tradisional di Indonesia bervariasi dari satu daerah dengan daerah lainnya. Hal ini  disebabkan oleh unsur-unsur pembentuk teater tradisional itu berbeda-beda, tergantung kondisi dan sikap budaya masyarakat, sumber dan tata-cara di mana teater tradisional lahir.

    Sejarah Perkembangan Seni Teater.
Seni teater tercatat dimulai sejak jauh sebelum tahun 500 SM. Pada awalnya, Teater hanya dilakoni sebagai sebuah upacara ritual keagamaan ribuan tahun sebelum Masehi. Beberapa bangsa kuno yang memiliki peradaban maju, seperti bangsa Maya di Amerika Selatan, Mesir Kuno, Babilonia, Asia Tengah, dan Cina, menggunakan bentuk teater sebagai salah satu cara untuk berhubungan dengan Yang Maha Kuasa. Biasanya yang mendalangi seluruh upacara ritual itu adalah dukun atau pendeta agung.
   Sejarah mencatat, seni teater berfungsi hanya sebagai upacara ritual (keagamaan), melainkan berfungsi pula sebagai kesenian atau hiburan. Peristiwa teater yang mensyaratkan kebersamaan, saat, dan tempat, tetaplah menjadi persyaratan utama kehadiran teater sejak ribuan tahun sebelum Masehi, sehingga pada zaman Yunani teater pun selalu hadir dengan persyaratan yang serupa. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa sesuatu dapat disebut teater jika ada keutuhan tiga kekuatan, berupa: orang teater, tempat, dan komunitas (penonton). Tiga kekuatan inilah yang bertemu dan melahirkan sinergi dan melahirkan “peristiwa teater”.
   Dalam sejarah, seni teater pada zaman Yunani dikenal sebagai zaman yang melembagakan konvensi berteater yang masih memiliki pengaruh sampai sekarang. Mantra-mantra yang mulanya hanya lisan dan tak tertulis, berlangsung menjadi naskah tertulis, sementara doa-doa berubah bentuknya menjadi kisah atau lakon. Yunani melahirkan tokoh penelitian naskah drama, antara lain Aeschylus (525-456 SM), Sophocles (496-406 SM), Euripides (480-406 SM), dan Aristophanes (sekitar 400 SM). Mereka adalah bapak moyang para peneliti naskah drama.
   Pada perkembangan sejarah seni teater berikutnya, upacara keagamaan lebih menonjolkan penceritaan. Sekelompok manusia bergerak mengarak seekor kambing yang sudah didandani dengan berbagai perhiasan. Mereka menggiring persembahan itu mengelilingi pasar atau jalan raya diiringi bunyi tambur, seruling, dan bunyi-bunyian lain. Iring-iringan itu memperlambat jalannya, apabila penonton bertambah atau berhenti untuk memberi kesempatan kepada narator (pencerita) yang mengisahkan suatu peristiwa. Narator mengisahkan salah satu dewa kepada penonton yang berderet-deret di pinggir jalan atau berdiri mengerumuninya.

1.        Pengertian Seni Teater.
      
        Teater adalah istilah lain dari drama, tetapi dalam pengertian yang lebih luas, teater adalah proses pemilihan teks atau naskah (kalau ada) , penafiran, penggarapan, penyajian atau pementasan dan proses pemahaman atau penikmatan dari public atau audience (bisa pembaca, pendengar, penonton, pengamat, kritikus atau peneliti). Proses penjadian drama ke teater disebut prose teater atau disingkat berteater. Teater berasal dari kata theatron yang diturunkan dari kata theaomai(bahasa yunani) yang artinya takjub melihat atau memandang.
Teater bisa diartikan dengan dua cara yaitu dalam arti sempit dan dalam arti luas. Teater dalam arti sempit adalah sebagai drama (kisah hidup dan kehiudpan manusia yang diceritakan di atas pentas, disaksikan orang banyak dan didasarkan pada naskah yang tertulis. Dalam arti luas, teater adalah segala tontonan yang dipertunjukkan di depan orang banyak contohnya wayang orang, ketoprak, ludruk dan lain-lain.

 UNSUR PENDUKUNG TEATER
Unsur-unsur dalam teater antara lain:

1. Naskah/Skenenario
Naskah/Skenario berisi kisah dengan nama tokoh dan diaolog yang duicapkan.
2. Skenario
Skenario merupakan nsakah drama (besar) atau film, yang isinya lengkap, seperti : keadaan, properti, nama tokoh, karakter, petunjuk akting dan sebagainya. Tujuan dari naskah/skenario untuk sutradara agar penyajiannya lebih realistis.
3. Pemain/Pemeran/Tokoh
Pemain merupakan orang yang memeragakan tokoh tertentu pada film/sinetron biasa disebut aktris/aktor.

      TUJUAN SENI  TEATER

v  ü      Menyalurkan hobi

v  ü      Berkelompok (Bersosialisasi)

v  ü      Pembentukan Postur Tubuh

v  ü      Apresiasi dramatik.

v  ü      Pengembangan ujar

v  ü      Mempertajam kepekaan emosi

v  ü      Meningkatkan pemahaman

           2.        Pembagian Jenis Teater.
            a.   Drama Tragedi
Cerita drama yang termasuk jenis ini adalah cerita yang berakhir dengan duka lara atau kematian. Contoh film yang termasuk jenis ini di antaranya Romeo dan Juliet atau Ghost. Sementara contoh FTV misteri yang termasuk dalam jenis ini misalnya Makhluk Tengah Malam yang ending-nya bercerita tentang si istri yang melahirkan bayi genderuwo. Cerita ini bukan berakhir dengan kematian, tapi kekecewaan atau kesedihan. Oleh karena itu, cerita Makhluk Tengah Malam dapat digolongkan ke dalam jenis drama tragedi.

      b. Drama Komedi

1. Komedi Situasi, cerita lucu yang kelucuannya bukan berasal dari para pemain,
melainkan karena situasinya. Contoh drama jenis ini antara lain Sister Act dan
Si Kabayan. Sementara contoh sinetron yang termasuk dalam jenis ini antara lain
Kawin Gantung, Bajaj Bajuri, dan Kecil-Kecil Jadi Manten.
2. Komedi Slapstic, cerita lucu yang diciptakan dengan adegan menyakiti para
pemainnya. Misalnya, saat di kelas terjadi kegaduhan karena sang guru belum
datang. Kemudian teman yang “culun” digoda teman yang lain dengan menulisi
pipinya menggunakan spidol. Contoh film komedi slapstic ini di antaranya The
Mask dan Tarzan.
3. Komedi Satire, cerita lucu yang penuh sindiran tajam. Beberapa film yang
termasuk jenis ini adalah Om Pasikom dan Semua Gara-Gara Ginah. Sementara contoh
sinetronnya adalah Wong Cilik.
4. Komedi Farce, cerita lucu yang bersifat dagelan, sengaja menciptakan kelucuan
kelucuan dengan dialog dan gerak laku lucu. Beberapa tayangan televisi yang
termasuk jenis ini adalah Srimulat, Toples, Ba-sho, Ngelaba, dan lain sebagainya.

     c. Drama Misteri
1. Kriminal, misteri yang sangat terasa unsur keteganyannya atau suspense dan
biasanya menceritakan seputar kasus pembunuhan. Si pelaku biasanya akan menjadi
semacam misteri karena penulis skenario memerkuat alibinya. Sering kali dalam
cerita jenis ini beberapa tokoh bayangan dimasukkan untuk mengecoh penonton.
2. Horor, misteri yang bercerita tentang hal-hal yang berkaitan dengan roh halus.
3. Mistik, misteri yang bercerita tentang hal-hal yang bersifat klenik atau unsur
ghaib.
      d. Drama Laga/ Action
1. Modern, cerita drama yang lebih banyak menampilkan adegan perkelahian atau
pertempuran, namun dikemas dalam setting yang modern. Contoh jenis sinetron ini
misalnya Deru Debu, Gejolak Jiwa, dan Raja Jalanan.
2. Tradisional, cerita drama yang juga menampilkan adegan laga, namun dikemas
secara tradisional. Beberapa sinetron yang termasuk jenis ini antara lain
Misteri Gunung Merapi, Angling Dharma, Jaka Tingkir, dan Wali Songo.
Untuk jenis drama laga ini biasanya skenario tidak banyak memakai dialog
panjang, tidak seperti skenario drama tragedi atau melodrama yang kekuatannya
terletak pada dialog. Jenis ini lebih banyak mengandalkan action sebagai daya
tarik tontonannya. Penontonnya bisa merasakan semangat ketika menonton film ini.
     e. Melodrama
Skenario jenis ini bersifat sentimental dan melankolis. Ceritanya cenderung terkesan mendayu-dayu dan mendramatisir kesedihan. Emosi penonton dipancing untuk merasa iba pada tokoh protagonis. Penulis skenario cerita jenis ini jangan terjebak untuk membuat alur yang lambat. Konflik harus tetap runtun dan padat. Justru dengan konflik yang bertubi-tubi pada si tokoh akan semakin membuat penonton merasa kasihan dan bersimpati pada penderitanya. Contoh sinetron jenis ini antara lain Bidadari, Menggapai Bintang, dan Chanda.

      f. Drama Sejarah
Drama sejarah adalah cerita jenis drama yang menampilkan kisah-kisah sejarah masa lalu, baik tokoh maupun peristiwanya. Contoh film yang bercerita tentang peristiwa sejarah antara lain November 1828, G-30-S/PKI, Soerabaya ’45, Janur Kuning, atau Serangan Fajar. Sementara kisah yang menceritakan sejarah tapi lebih ditekankan pada tokohnya antara lain Tjoet Njak Dhien, Wali Songo, dan R.A. Kartini.

    3.        A.Unsur-unsur Drama/Teater
a)            Tema adalah ide pokok atau gagasan utama sebuah cerita drama
b)           Alur yaitu jalan cerita dari sebuah pertunjukkan drama mulai babak pertama hingga babak terakhir
c)            Tokoh drama atau pelaku drama terdiri dari tokoh utama dan tokoh pembantu. Tokoh utama atau peran utama disebut primadona sedangkan peran pembantu disebut figuran
d)           Watak adalah perilaku yang diperankan oleh tokoh drama. Watak protagonis adalah watak (periku) baik yang diperankan oleh tokoh drama, contohnya : penyabar, kasih sayang, santun, pemberani, pembela yang lemah, baik hati dan sebagainya. Sedangkan watak antagonis adalah watak (perilaku) jahat yang diperankan oleh tokoh drama, contohnya : sifat iri dan dengki, kejam, penindas dan sebagainya
e)            Latar atau setting adalah gambaran tempat, waktu dan situasi peristiwa dalam cerita   drama
f)            Amanat drama adalah pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada penonton. Amanat drama atau pesan disampaikan melalui peran para tokoh drama.

B. Kerangka Drama./ Teater
a)   Plot adalah alinan peristiwa di dalam karya sastra (termasuknaskah drama atau drama) untuk mencapai efek-efek tertentu. Dan Plot memiliki anatomi yaitu bagian-bagian yang menyusn Plot.
1.  Gimmick adalah adegan awal dari sebuah drama yang berfungsi sebagai pemikat minat untuk menyaksikan kelanjutan dari drama tersebut.
2.  Foreshadowing adalah baying-bayang yang mendahului sebuah peristiwa yang terjadi.
3.  Dramatic Irony adalah aksi seorang tokoh yang berkata atau bertindak sesuatu, yang tanpa disadari akibatnya nanati akan menimpa dirinya sendiri.
4.  Flashback adalah kilas balik peristiwa lampau yang dikisahkan kembali pada saat ini.
5.  Suspense adalah dugaan dan prasangka yang dibangun dari rangkaian ketegangan yang mengundang pertanyaan dan keingintahuan penonton.
6.  Surprise adalah peristiwa yang terjadi di luar ruangan penonton sehingga memancing perasaan dan pikiran mereka agar menimbulkan dugaan-dugaan yang tidak pasti.
7.    Gesture adalah aksi atau ucapan tokoh utama tentang suatu persoalan yang menimbulkan pertentangan atau konflik antar tokoh.

      b)   Penokohan dapat dibagi menjadi 6 watak atau karakter.
1.  Protagonis adalah peran utama yang merupakan pusat atau sentral dari cerita, tokoh yang memiliki cerita.
2.  Antagonis adalah peran lawan, tokoh yang tidak menghendaki suatu cerita karena dia sering kali menjadi musuh yang menyebabkan konflik itu terjadi.
3.  Deutragonis adalah tokoh lain yang berada di pihak tokoh protagonist.
4.  Tritagonis adalah peran penengah yang menjadi pendamai atau pengantara protagonis dan antagonis.
5.  Foil adalah peran yang tidak terlibat secara langsung dalam konflik yang terjadi tetapi diperlukan untuk menyelesaikan cerita.
6.  Utility adalah peran pembantu atau tokoh pelengkap untuk mendukung rangkaian cerita dan kesinambungan dramatic.

     c)    Latar atau Setting latar di bagi menjadi 3 jenis.
1.  Latar Tempat adalah tempat yang menjadi latar peristiwa drama itu terjadi.
2.  Latar Waktu waktu yang menjadi latar belakang terjadingan suatu peristiwa, adegan, ata babak.
3.  Latar Peristiwa adalah Peristiwa yang melatari sebuah adegan dan bisa juga yang melatari cerita drama tersebut.
   d)   Kerangka Dramatik

Penyutradaraan

     Di Indonesia penanggung jawab proses transformasi naskah lakon ke bentuk pemanggungan adalah sutradara yang merupakan pimpinan utama kerja kolektif sebuah teater. Baik buruknya pementasan teater sangat ditentukan oleh kerja sutradara, meskipun unsur-unsur lainnya juga berperan tetapi masih berada di bawah kewenangan sutradara.
      Sebagai pimpinan, sutradara selain bertanggung jawab terhadap kelangsungan proses terciptanya pementasan  juga  harus  bertanggung jawab terhadap masyarakat atau penonton. Meskipun dalam  tugasnya seorang sutradara dibantu  oleh stafnya dalam menyelesaikan  -tugasnya tetapi sutradara tetap merupakan penanggung jawab utama. Untuk  itu sutradara dituntut mempunyai  pengetahuan  yang  luas  agar mampu mengarahkan pemain untuk mencapai kreativitas maksimal dan dapat mengatasi kendala teknis yang timbul dalam proses penciptaan. Sebagai   seorang   pemimpin,   sutradara   harus mempunyai Pedoman yang pasti sehingga  bisa  mengatasi  kesulitan  yang  timbul.

Menurut  Harymawan (1993)  Ada  beberapa  tipe  sutradara     dalam menjalankan penyutradaraanya, yaitu:
1.      Sutradara  konseptor.
             Ia  menentukan  pokok  penafsiran  dan menyarankan  konsep  penafsiranya kepada pemain.  Pemain dibiarkan mengembangkan konsep itu secara kreatif. Tetapi juga terikat kepada pokok penafsiran tsb. Sutradara diktator. Ia  mengharapkan  pemain  dicetak  seperti dirinya sendiri,   tidak   ada konsep   penafsiran   dua arah   ia mendambakan seni sebagai dirinya, sementara pemain dibentuk menjadi robot - robot yang tetap buta tuli.

2.      Sutradara  koordinator.
            Ia  menempatkan  diri  sebagai  pengarah atau  polisi  lalulintas  yang  mengkoordinasikan  pemain  dengan konsep pokok penafsirannya.

3.      Sutradara paternalis.
            Ia bertindak sebagai guru atau suhu yang mengamalkan ilmu bersamaan dengan mengasuh batin  para anggotanya.Teater   disamakan   dengan   padepokan, sehingga pemain adalah cantrik yang harus setia kepada sutradara.

Pemain &Penonton

        Untuk mentransformasikan naskah di atas panggung dibutuhkan pemain yang mampu menghidupkan tokoh dalam naskah lakon menjadi sosok yang nyata. Pemain adalah alat untuk memeragakan tokoh. Tetapi Bukan sekedar  alat  yang  harus tunduk  kepada  naskah.  Pemain mempunyai  wewenang  membuat  refleksi  dari  naskah  melalui  dirinya.Agar  bisa  merefleksikan  tokoh  menjadi  sesuatu  yang  hidup,  pemain dituntut  menguasai aspek-aspek  pemeranan  yang    dilatihkan  secara khusus,  yaitu  jasmani  (tubuh/fisik), rohani  (jiwa/emosi),  dan  intelektual. Memindahkan naskah lakon ke dalam panggung melalui media pemain tidak  sesederhana  mengucapkan  kata  -  kata  yang  ada  dalam  naskah lakon   atau sekedar memperagakan keinginan penulis   melainkan proses pemindahan mempunyai    karekterisasi    tersendiri,    yaitu    harus menghidupkan bahasa kata (tulis) menjadi bahasa pentas (lisan).

      1.       AKTING YANG BAIK
            Akting tidak hanya berupa dialog saja, tetapi juga berupa gerak.
Dialog yang baik ialah dialog yang :

1. terdengar (volume baik)
2. jelas (artikulasi baik)
3. dimengerti (lafal benar)
4. menghayati (sesuai dengan tuntutan/jiwa peran yang ditentukan dalam naskah)
5. Gerak yang balk ialah gerak yang :
6. terlihat (blocking baik)
7. jelas (tidak ragu ragu, meyakinkan)
8. dimengerti (sesuai dengan hukum gerak dalam kehidupan)
9. menghayati (sesuai dengan tuntutan/jiwa peran yang ditentukan dalam naskah)

Penjelasan :
1. Volume suara yang baik ialah suara yang dapat terdengar sampai jauh.
2. Artikulasi yang baik ialah pengucapan yang jelas. Setiap suku kata terucap dengan
    jelas dan terang meskipun diucapkan dengan cepat sekali. Jangan terjadi kata kata yang                          diucapkan menjadi tumpang tindih.
3. Lafal yang benar pengucapan kata yang sesuai dengan hukum pengucapan bahasa yang dipakai . Misalnya berani yang berarti “tidak takut” harus diucapkan berani bukan ber ani.
4. Menghayati atau menjiwai berarti tekanan atau lagu ucapan harus dapat menimbulkan kesan yang sesuai dengan tuntutan peran dalam naskah.
5. Blocking ialah penempatan pemain di panggung, diusahakan antara pemain yang satu dengan yang lainnya tidak saling menutupi sehingga penonton tidak dapat melihat pemain yang ditutupi.
6. Pemain lebih baik terlihat sebagian besar bagian depan tubuh daripada terlihat sebagian besar belakang tubuh. Hal ini dapat diatur dengan patokan sebagai berikut

      a.       Kalau berdiri menghadap ke kanan, maka kaki kanan sebaiknya berada didepan

        b.       Kalau berdiri menghadap ke kiri, maka kaki kiri sebaiknya berada didepan

        c.       Harus diatur pula balance para pemain di panggung. Jangan sampai seluruh pemain mengelompok di satu tempat. Dalam hal mengatur balance, komposisinya:
      Komposisi diatur tidak hanya bertujuan untuk enak dilihat tetapi juga untuk mewarnai sesuai adegan yang berlangsung; Jelas, tidak ragu ragu, meyakinkan, mempunyai pengertian bahwa gerak yang dilakukan jangan setengah setengah bahkan jangan sampai berlebihan. Kalau ragu ragu terkesan kaku sedangkan kalau berlebihan terkesan over acting. Dimengerti, berarti apa yang kita wujudkan dalam bentuk gerak tidak menyimpang dari hukum gerak dalam kehidupan. Misalnya bila mengangkat barang yang berat dengan tangan kanan, maka tubuh kita akan miring ke kiri, dsb. Menghayati berarti gerak gerak anggota tubuh maupun gerak wajah harus sesuai tuntutan peran dalam naskah, termasuk pula bentuk dan usia.

      2.      Penonton
Tujuan   terakhir   suatu   pementasan   lakon   adalah   penonton.Respon  penonton  atas  lakon  akan  menjadi  suatu  respons  melingkar, antara penonton dengan  pementasan. Banyak  sutradara  yang  kurangmemperhatikan   penonton   dan   menganggapnya   sebagai   kelompok konsumsi  yang  bisa  menerima begitu  saja  apa  yang  disuguhkan sehingga  jika terjadi suatu  kegagalan  dalam  pementasan  penonton dianggap  sebagai  penyebabnya karena mereka tidak  mengerti  atau kurang terdidik untuk memahami sebuah pementasan. Kelompok  penonton pada  sebuah  pementasan  adalah  suatu komposisi organisme kemanusiaan yang peka. Mereka pergi menonton karena  ingin  memperoleh  kepuasan,  kebutuhan,  dan    cita-cita.  Alasan lainnya  untuk  tertawa,  untuk  menangis,  dan  untuk  digetarkan  hatinya, karena terharu akibat dari   hasrat   ingin   menonton.Penonton meninggalkan rumah, antri karcis dan membayar biaya masuk dan lainlain karena teater adalah dunia ilusi dan imajinasi. Membebaskan pola rutin kehidupan  selama  waktu  dibuka  hingga  ditutupnya  tirai  untuk memuaskan hasrat jiwa khayalannya.
Eksistensi  teater  tidak  mengenal  batas  kedudukan  manusia. Secara   ilmiah, manusia memiliki   kekuatan   menguasai   sikap dan tindakannya. Tindakannya pergi ke teater disebabkan oleh keinginan dan kebutuhan  berhubungan  dengan  sesama. Sehingga  menempuh  jalan sebagai berikut :

         Bertemu dengan orang lain  yang  menonton  teater. Teater merupakan suatu lembaga sosial.

         Memproyeksikan diri    dengan    peranan-peranan yang melakonkan hidup dan kehidupan di  atas  pentas  secara khayali. Teater adalah salah satu cara proses interaksi sosial.

         Dalam  memandang  suatu  karya  seni  penonton  hendaklah  mampu memelihara  adanya suatu objektivitas artistik. Ini bisa tercapai dengan menentukan jarak estetik  (aestetic distance) sehubungan dengan karya seni yang dihayatinya. Pemisahan yang dimaksud, antara penonton dan yang ditonton, pada seni teater diusahakan dengan jalan:
  Menciptakan penataan yang tepat atas auditorium dan pentas, Adanya batas artistik proscenium sebagai bingkai gambar, Pentas yang terang dan auditorium yang gelap. Semua itu akan membantu kedudukan penonton sehingga memungkinkan untuk melakukan perenungan.

    TATA ARTISTIK           
Tata artistik merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan dari teater. Pertunjukan teater menjadi   tidak utuh tanpa adanya tata artistik yang mendukungnya. Unsur artistik disini meliputi tata panggung  , tata busana,  tata  cahaya,  tata  rias,  tata  suara,  tata  musik  yang  dapat membantu pementasan menjadi sempurna sebagai pertunjukan. Unsur-unsur artistik menjadi lebih berarti apabila sutradara dan penata artistik mampu memberi makna kepada bagian-bagian tersebut sehingga unsur-unsur  tersebut  tidak  hanya  sebagai  bagian  yang  menempel  atau mendukung,  tetapi  lebih  dari  itu  merupakan  kesatuan  yang  utuh  dari sebuah pementasan.

1.      Tata Panggung
adalah pengaturan pemandangan di panggung selama pementasan  berlangsung. Tujuannya  tidak  sekedar  supaya permainan bisa dilihat penonton tetapi juga menghidupkan pemeranan dan suasana panggung.
2.      Tata  Cahaya  atau  Lampu
adalah  pengaturan  pencahayaan  di daerah sekitar panggung yang fungsinya untuk menghidupkan permainan dan   dan   suasana   lakonyang   dibawakan,  sehingga  menimbulkan suasana istimewa.
3.      Tata Musi
adalah    pengaturan    musik    yang    mengiringi pementasan  teater yang  berguna untuk memberi  penekanan  pada suasana permainan dan mengiringi pergantian babak dan adegan.
4.      Tata suara
adalah pengaturan keluaran suara yang dihasilkan dari berbagai macam sumber bunyi seperti; suara aktor, efek suasana, dan musik. Tata suara diperlukan untuk menghasilkan harmoni.
5.      Tata rias dan tata busana
Adalah pengaturan rias dan busana yang dikenakan pemain. Gunanya untuk menonjolkan watak peran yang dimainkan, dan bentuk fisik pemain bisa terlihat jelas penonton.


Kesimpulan

           
Artinya, sebuah pertunjukan teater yang berlangsung di atas panggung
membutuhkan proses garap yang lama mulai dari (penentuan) lakon,
penyutradaraan, pemeranan, dan proses penataan artistik. Dalam
setiap tahapan proses ini melibatkan banyak orang (pendukung) dari
berbagai bidang sehingga dengan memahami tugas dan tanggung
jawab masing-masing maka kerja penciptaan teater akan padu.
Kualitas kerja setiap bidang akan menjadi harmonis jika masingmasing
dapat bekerja secara bersama dan bekerja bersama akan
berhasil dengan baik jika semua elemen memahami tugas dan
tanggung jawabnya. Itulah inti dari proes penciptaan seni teater,
“KERJASAMA”.


BERIKUT ADALAH CONTOH ……

Naskah drama cerita rakyat : Legenda Jaka Tarub dan Nawang Wulan

        Jaka Tarub adalah seorang pemuda gagah yang memiliki kesaktian. Ia sering keluar masuk hutan untuk berburu maupun menimba ilmu. Ketika suatu hari di malam bulan purnama ia memasuki hutan, dari kejauhan ia mendengar sayup-sayup suara wanita yang sedang bercanda. Terdorong oleh rasa penasaran, Jaka Tarub berjalan mencari arah menuju suara-suara itu. Sampai akhirnya ia menemukan sebuah danau yang sangat indah di tengah hutan, beserta 7 orang wanita yang sangat cantik sedang mandi dan bercanda ria. Dengan mengendap- ngendap, Jaka Tarub berjalan mendekat. Kemudian ia menemukan selendang wanita-wanita tersebut yang tergeletak berserakan. Setelah memilih, ia mencuri salah satunya dan menyembunyikannya. Beberapa saat pun berlalu dan para bidadari sudah hendak kembali ke khayangan.

Nawang Wulan       : Kak, bagaimana ini selendangku tidak ada ?
Bidadari tertua        : Cepat Nawang Wulan, coba kita mencari sampai ketemu.
Nawang Wulan       : (Setelah beberapa saat) tetap tidak ada kak. Bagaimana aku kembali ke khayangan ?
6 Bidadari                 : Maaf Nawang, kami harus meninggalkanmu disini karena matahari semakin terbenam.
Nawang Wulan       : Kakak, bawa aku ke khayangan. (Sambil menangis)
Bidadari tertua        : Maaf Nawang, tanpa selendang itu kamu tidak bisa kembali. (Terbang diikuti bidadari yang lain)

Sambil menangis Nawang Wulan mencari-cari selendangnya. Jaka Tarub kemudian menampakkan dirinya dengan membawa kain (bukan selendang Nawang Wulan) dan menghibur sang bidadari. Awalnya Nawang Wulan takut karena mengira Jaka Tarub orang jahat, tetapi setelah Jaka Tarub berhasil meyakinkan Nawang Wulan mau berbicara.

Jaka Tarub                : Hai, kenapa kamu disini ? (Mendekat pada Nawang Wulan)
Nawang Wulan       : Siapa kamu ? Jangan mendekat !
Jaka Tarub                : Tenang, saya Jaka Tarub. Saya tidak berniat jahat.
Nawang Wulan       : Lalu kenapa kamu disini ?
Jaka Tarub                : Saya sedang mencari hewan buruan, kebetulan saya mendengar ada wanita bercanda di dekat sini. Dan akhirnya saya mendapati kamu sedang menangis.
Nawang Wulan       : Selendang saya hilang, entah siapa yang mengambil selendang tersebut.
Jaka Tarub                : Selendang ? (Pura-pura terkejut). Buat apa selendang ?
Nawang Wulan       : Iya selendang. Sebenarnya saya adalah bidadari dari khayangan. Saya dan kakak-kakak saya biasa mandi di danau seperti ini.
Jaka Tarub                : Oooh... Kalau mau, kamu bisa menginap di rumah saya. Tenang, saya orang baik. (Meyakinkan Nawang Wulan)
Nawang Wulan       : Iya, saya ikut ke rumah kamu. (Dengan terpaksa)

Setelah beberapa bulan, Jaka Tarub ingin menikah dengan Nawang Wulan. Pada suatu hari, Jaka Tarub mengutarakan maksudnya tersebut. Karena merasa tidak memiliki siapapun di bumi, Nawang Wulan menerima tawaran Jaka Tarub tersebut. Sejak menikah dengan Nawang Wulan, Jaka Tarub hidup berkecukupan. Panennya melimpah dan lumbung selalu dipenuhi oleh padi tanpa pernah berkekurangan. Pakaian Nawang Wulan disembunyikan Jaka Tarub di dalam lumbung yang selalu penuh.

Nawang Wulan       : Jaka, bagaimana hasil panennya ?
Jaka Tarub                : Tidak ada halangan Nawang, semakin lama semakin banyak kita panen.
Nawang Wulan       : Tapi kamu harus tetap kerja keras, karena mungkin saat musim kemarau kita jarang panen.
Jaka Tarub                : Iya Nawang, aku pasti tetap kerja keras.
Nawang Wulan       : (Tersenyum bahagia)

Lalu mereka dikaruniai seorang anak (menurut cerita anak itu bernama Nawangsih). Mereka hidup bahagia dan selalu merawat Nawang Asih dengan sepenuh hati. Namun setelah beberapa lama hidup berumah tangga, terusiklah rasa ingin tahu Jaka Tarub. Setiap hari ia dan keluarganya selalu makan nasi, namun lumbung selalu tidak pernah berkurang seolah tak ada padi yang dipakai untuk mereka makan. Suatu hari Nawang Wulan hendak pergi ke sungai. Nawang Wulan berpesan agar Jaka Tarub tidak membuka tutup penanak nasi apapun yang terjadi.

Nawang Wulan       : Jaka, jangan kamu buka tutup ini apapun yang terjadi.
Jaka Tarub                : Kenapa ? (penasaran)
Nawang Wulan       : Sudahlah, kamu turuti apa kata-kata ku tadi. Sekarang aku pamit pergi ke sungai, Jaka. (Pergi meninggalkan rumah)

Namun karena Jaka Tarub penasaran, akhirnya ia mencoba melihat apa yang ada di dalam penanak nasi tersebut. Dan di dalamnya hanya terdapat sebutir beras. Akhirnya Jaka Tarub membiarkan beras itu tetap di dalam. Setelah Nawang Wulan pulang, ia bertanya pada Jaka Tarub tentang larangannya tadi.

Nawang Wulan       : Jaka, apakah kamu membuka tutup ini ? (heran)
Jaka Tarub                : Tidak, saya tidak membuka tutup itu.
Nawang Wulan       : Bohong ! Lalu kenapa beras ini tidak berubah ? (bertanya dengan emosi)
Jaka Tarub                : (Tertunduk) Iya , Nawang. Saya telah melihat isi di dalamnya.
Nawang Wulan       : Apakah kamu tidak mendengar pesan saya tadi, Jaka !
Jaka Tarub                : Saya mengerti, tapi saya penasaran kenapa padi kita tidak pernah habis. Padahal kita selalu makan nasi.
Nawang Wulan       : (Menangis dan meninggalkan Jaka Tarub)

Nawang Wulan menjadi sedih karena sejak saat itu ia harus memasak nasi seperti manusia biasa. Ia harus bersusah payah menumbuk padi banyak- banyak menjadi beras sebelum kemudian menanaknya menjadi nasi. Akibatnya karena dipakai terus menerus, lama kelamaan persediaan padi di lumbung Jaka Tarub semakin menyusut. Pelan tapi pasti, padi mereka semakin habis, sementara musim panen masih belum tiba. Ketika suatu hari Nawang Wulan kembali mengambil padi untuk ditumbuk, dilihatnya seonggok kain yang tersembul di balik tumpukan padi. Ketika ditarik dan diperhatikan, teringatlah Nawang Wulan kalau itu adalah selendang bidadarinya.

Nawang Wulan       : (monolog) Rupanya selama ini Jaka Tarub yang menyembunyikan pakaianku. Dan karena isi lumbung terus berkurang pada akhirnya aku bisa menemukannya kembali. Ini pasti sudah menjadi kehendak Yang Di Atas. Tapi kenapa Jaka Tarub tega berbuat seperti ini kepadaku ? Apakah salahku kepadanya ? (Nawang Wulan menangis).

Ia lalu menemui Jaka Tarub untuk berpamitan dan memintanya merawat anak mereka baik-baik. Jaka Tarub memohon dengan sangat agar istrinya tidak meninggalkannya, namun sudah takdir Nawang Wulan untuk kembali ke khayangan dan berpisah dengannya.

Nawang Wulan       : Jaka, terimakasih atas semua kebaikanmu selama ini. Kamu memang orang baik. (Tersenyum)
Jaka Tarub                : (Terkejut) Dari mana kamu mendapat selendang itu ?
Nawang Wulan       : Kamu tidak perlu berpura-pura, saya sudah mengetahui semua. Sekarang saya akan kembali ke khayangan.
Jaka Tarub                : Tidak ! Jangan kamu pergi Nawang, aku sangat mencintaimu.
Nawang Wulan       : Tapi aku harus kembali menemui keluargaku di atas. Aku tidak dapat tinggal di sini.
Jaka Tarub                : Bagaimana dengan anak kita ? Kamu tidak kasihan ?
Nawang Wulan       : Saya ingin kamu merawatnya, agar kelak menjadi orang baik sepertimu. Jika ingin bertemu, setiap bulan purnama datanglah ke dekat danau dimana kita pertama bertemu. Teriakkan namaku maka aku akan datang.
Jaka Tarub                : Selamat jalan Nawang, aku selalu menunggumu kembali.
Nawang Wulan       : Suatu saat nanti (terbang kembali ke khayangan)


IMG3276A.jpg
IMG3278A.jpg

Tidak ada komentar:

Posting Komentar